Agama dan Modernisasi (1)

Salam.

Beberapa puluh tahun yang silam,saat masih SD, kampung kelahiran saya (Kauman Banjarnegara) nampak jelas merupakan kampungnya Kaum Santri. Tanda-tandanya banyak antara lain: ketaatan warga untuk melaksanakan syariat. Yang sangat menonjol tentunya adalah sholat jamaah di Masjid; pake sarung,pake kopiah bagi kaum laki-laki. Sehabis Maghrib,hampir di setiap rumah terdengar lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an. Tak ada satu wargapun yang keluyuran keluar rumah untuk tujuan yang  tidak jelas, apalagi nongkrong-nongkrong menghabiskan waktu. Malam hari adalah untuk mengaji al-Qur’an, mendengarkan petuah-petuah dari orang-orang tua (terutama mbah putri), belajar untuk keperluan sekolah dan diajari lagu-lagu spiritual keagamaan. Ada satu lagu yang syairnya sbb:

“eling-eling siro manungso, temenono anggonmu ngaji, mumpung durung katekanan, malaikat juru pati.”

Artinya: Ingat-ingatlah kamu semua wahai manusia, seriuslah mempelajari al-Qur’an, mumpung Malaikat pencabut nyawa belum datang.

Masih banyak lagu yang saya pelajari dan nyanyikan dengan senang. Tema-temanyapun beragama. Yang pasti, penanaman kesadaran atau komitmen untuk melaksanakan ajaran agama cukuplah kental. Dan ini sangat mewarnai kehidupan sehari-hari. Bahkan relijiusitas (keberagamaan) warga kampung kauman ini juga nampak dalam berbagai festival atau upacara-upacara keagamaan dan tentu juga dalam hubngan-hubungan sosial antara anggauta keluarga dan juga warga. Bulan ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa dan mengesankan. Selain sahur, berpuasa dan berbuka, bulan ramadhan diisi dengan  berbagai acara keagamaan. Suasana relijius benar-benar terasa.     Seperti diuraikan oleh Clifford Geertz dalam karya klasiknya, ciri penting Kaum Santri memang adalah ketaatan mereka terhadap ajaran agama.

    Hingga pertengahan pertama tahun 1970an suasana relijius ini masih terasa. Tapi setelah itu, modernisasi mulai menggeser nilai-nilai agama ini  dan secara perlahan tapi pasti mulai tergantikan dengan sikap hidup yang sangat pragmatis dan sekular.Arus pragmatisme dan sekularisme ini antara lain lewat TV. Tak sedikit tayangan TV yang mempertontonkan pola hidup yang sangat pragmatis dan bahkan kemudian hedonis yang meyakini bahwa hidup yang sesungguhnya adalah di dunia; menjalankan/memperjunagkan kehidupan itu  adalah untuk sebuah kenikmatan duniawi an sich;  karena itu, juga hedonis dan tak meyakini agama adalah penting bagi kehidupan.  Kauman mengalami perubahan kalau tidak bisa disebut sebagai krisis nilai. Landasan penting bagi bangunan kebudayaan atau peradaban umat melemah. Generasi anak-anak sy tak bisa lagi menikmati suasana reljius yang indah di kauman sebagaimana yang aku saksikan masa kecil di kauman. Tentu saja ini efek negatif dari modernisasi yang juga terjadi di banyak tempat. Pertanyaannya adalah apakah modernisasi selalu berdampak negatif dan meminggirkan agama? Tentu tidak.

~ oleh sudarnoto pada September 26, 2009.

6 Tanggapan to “Agama dan Modernisasi (1)”

  1. Wah, menarik sekali tulisannya. Ditunggu kelanjutannya Om:)

  2. keep it up……. om truly inspiring writing….. i’ll be waiting for more………

    • thank Haikal…ill do for sure insya allah. I will also be happy if you substantially criticize or suggest some other ideas on the related topics. Biyar kita sama-sama kaya ideas….am I right? Good luck

  3. bagus skli…. trmkasih, tulisan ini bisa membantu sy dlm menyelesikian tugas sy,, yg ingin sy pertanyakan adalah agama dan modernisasi dalam pespektif sosiologi spt apa? ats prhatiannya sy ucpkn trmksh.

    • Makasih dewik. Maaf baru kasih respons. Tapi saya senang jika artikel kecil ini menginspirasi atau membantu menyelesaikan tugas. Agama dlm perspektif sosiologi? Karena sosiologi itu adalah ilmu yang antara lain memberikan perhatian kepada hubungan-hubungan orang secara individu maupun kelompok, lembaga-lembaga maka kalau agama dilihat pake perspektif sosiologi itu maksudnya melihat orang-orang beragama:kepercayaan mereka, bagaimana hubungan antara kelompok-kelompok atau orang-orang beragama terbentuk, bagaimana juga dengan berbagai lembaga, kekuatan-kekuatan, oraganisasi-organisasi keagamaan yang ada. Wah..situasinya pasti kompleks sekali. Misalnya begini. Mengapa ada sekelompok umat Islam yang begitu taat, sangat patuh, sangat mendengarkan fatwa, pernyataan seorang tokoh agama, akan tetapi kelompok yang lain tidak mau mengikutinya? Mengapa begitu? Kira-kira begitulah. Kemudian terkait dengan modernisasi. Modernisasi itu terjadi di mana-mana dan pemerintah sangat berkepentingan dengan program modernisasi. Untuk apa? Buat apa modernisasi? Ya..seusai dengan istilahnya sendiri modernisasi dimaksudkan agar masarakat menjadi maju, berkembang. Ada “perubahan” (change) lah dalam apa yang disebut dengan modernisasi. “Change” adealah salah satu kunci penting dari modernisasi. Change itu bisa juga diartikan sebagai “pembaharuan” (Tajdid). Tapi semangat modernisasi itu perubahan, perkembangan,kemajuan, pembaharuan. Respons, reeaksi atau implikasi dari modernisasi di kalangan masarakat itu macam-macam. Dulu ketika belum ada TV, anak-anak habis maghrib kegiatannya belajar, mengaji atau menyelesaikan tugas-tugas lain. Tapi sejak ada TV (sebagai produk atau instrumen modernisasi) maka intensitas anak-anak untuk belajar,mengaji dan lain-lain menjadi berkurang. TV bisa menjadi teman sejati dan bahkan hubungan antara anak dengan orang tua bisa-bisa tidak sedekat hubungan anak-anak dengan TV. Ini hanya gambaran bagaimana modernisasi berpengaruh dalam kehidupan masarakat. Tentu saja efek TV atauy produk-produk teknologi lainnya tidak selkalu negatif. Banyak juga positifnya. Kira-kiora begitulah..

Tinggalkan komentar